Sunday, May 12, 2013

Konflik Ibu dan Anak (Studi Kasus)


Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.”
Berdasarkan hadist diatas pastilah kita semua tahu, untuk berbakti dan selalu mendengarkan kata atau perintah dari orang tua termasuk ibu itu sangat dianjurkan. Bahkan ketika kita mengetahui tantang derjat dari seorang ibu lebih tinggi dari pada ayah. Dalam suatu riwayat disebutkan, katika sahabat rosul dating dan berkata “ Siapakah yang harus aku muliakan terlebih dahulu”, rosul menjawab “Ibumu”, “kemudian?” Tanya sahabat, “Ibumu” jawab rosul, sampailah jawaban ke empat rosul berkata “Ayahmu”. Sunggu mulia derajat ibu dimata rosul sampai beliau berkata orang yang harus dimuliakan pertama adalah ibu, tetapi bukan malah kita harus menomor duakan ayah kita. Disini kita harus adil dan taat kepada kedua orang tua kita.
Dalam pembahasan Ilmu Budaya Dasar kali ini, kita akan mengulas sedikit tentang “Kasus konflik ibu dan anak”. Disaat seperti ini, marak terjadinya kasus-kasus serupa yang bahkan lebih ekstream lagi kalau disebut hanya sebuah konflik, maraknya kasus-kasus ini membuat saya menuliskan beberapa penyelesaian untuk kita pelajari dan kita dapat amalkan agar tidak ada lagi konflik antara anggota keluarga lagi. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat mempengaruhi konflik ini, adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
  1. Kurang Taat Kepada Sang Pencipta
Saya menyimpulkan faktor ini sangat mempengaruhi konflik interen dalam keluarga. Ketika seorang ibu yang kurang dekat kepada agama, dalam artian mungkin belum bisa mendidik anaknya untuk memahami agama. Bisa saja pendidikan yang ibu berika ini sedikit menyimpang dan suatu saat aka ada konflik interen dalam pribadi si anak tersebut.
  1. Kurang Kasih Sayang
Faktor ini bisa merusak bahkan menjerumusakan kehal negative jika kita kurang akan pernyataan pertama. Faktor kasih sayang sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Ayah sayang ke Ibu, Ayah dan ibu sayang kepada anak-anakya dan mereka semua saling menyayangi. Jika kasih sayang telah pudar bisa juga menimbulkan konflik-konflik dalam keluarga.
  1. Lingkungan Hidup
Mengapa faktor ini saya masukkan ditinggkat ketiga? – jawabannya karena lingkunganlah yang ikut serta membesarkan kita dan menjadi pendidik secara tidak langsung dalam kepribadian kita. Dalam lingkungan terdapat beberapa pempengaruh yang sangat kuat untuk kepribadian kita. Ketika salah langkah kita untuk menyikapi pengaruh tersebut, kita bisa menjadi budak konflik yang menghasut kepribadian dan menghancurkan hidup bahkan keluarga. Disinilah saya  memilih faktor lingkungan berada di posisi 3 untuk faktor yang mempengaruhi konflik.
  1. Ekonomi
Faktor ini merupakan faktor kesimpulan saya yang terakhir. Karena jika sebuah perekonomian yang menghalangi keluarga. Bisa saja terjadi konflik, tetapi jika dari faktor 1 sampai 3 mereka punyai atau handle secara baik maka konflik tentang perekonomian tidak akan terjadi.
Jadi, faktor inilah yang menjadikan konflik bisa atau dapat terjadi. Dengan meningkatkan ketakwaan, dan menilai jati diri. Maka konflik akan terelakkan, dan ketika kita larut akan suasana hidup yang menggiurkan. Maka konflik bisa saja menyerang kita. Bukan hanya diri sendiri yang menjadi rusak tetapi keluarga juga akan terjangkit virus konflik ini. Semoga kita yang membaca dapat mencari hikmah dan memetik pelajaran berharga untuk kita amalkan. J

No comments:

Post a Comment